Baca Juga : Mendagri Berikan Penghargaan “Karya Bhakti Sat Pol-PP” Kepada Wali Kota Metro dan Tiga Wali Kota di
Kota Metro, Kompaslampung.com - Pengadilan Negeri Kelas 1B Kota Metro menggelar sidang putusan perkara kasus pencabulan anak di bawah umur, yang terjadi di salah satu SD IT yang ada di Kota Metro, Selasa (26/03/2024).
Setelah 2 tahun dari orang tua korban melaporkan M (26 th), yaitu pada 29 Maret 2022 ke pihak kepolisian, akhirnya hakim memutuskan sang predator anak tersebut dihukum 10 tahun penjara dan denda 1 Miliar.
Saat dikonfirmasi awak media melalui WhatsApp, Pendamping Hukum terdakwa, Hadri Abu Nawar menyampaikan, ia sangat menghormati putusan hakim tersebut namun pihaknya akan tetap mengajukan banding.
"Tapi karena terdakwanya menolak sejak awal, maka terdakwa langsung mengajukan banding menolak putusan itu," ujarnya.
"Ia menuturkan, selain menolak terdakwa juga tidak mengakui bahwa telah melakukan pelecehan pada mantan siswinya tersebut.
"Jangankan dihukum 10 tahun, sedetikpun dia tidak ikhlas. Maka setelah dibacakan seperti itu dia langsung menolak dan mengajukan upaya hukum banding," terangnya.
"Harapannya pengadilan memutuskan sesuai dengan fakta hukumnya, karena yang bersangkutan itukan tidak terbukti supaya dia dibebaskan," imbuhnya.
Sementara itu, selaku Ketua Dewan Pendidikan Kota Metro, Hadri Abu Nawar mengatakan, jika benar adanya perkara kasus tindak pencabulan anak di bawah umur di Kota Metro dan Pemerintah harus segera menyikapi.
"Supaya ada tindakan-tindakan yang sifatnya memberikan edukasi kepada penyelenggara pendidikan di setiap sekolah-sekolah baik lewat guru ataupun siswa dengan pengajaran-pengajaran khusus seperti pondok pesantren supaya melakukan sistem pembelajaran yang terbuka sehingga tidak memberi peluang untuk terjadinya tindakan-tindakan asusila seperti ini," jelasnya.
Hadri memaparkan, banyak sekali kejadian-kejadian tindak pidana asusila yang dilakukan oleh oknum-oknum guru.
"Kami dari Dewan Pendidikan menghimbau ini akan kami sampaikan nantinya dalam momen-momen rapat kepada penyelenggara pendidikan, baik dari Dinas Pendidikan maupun unit-unit penyelenggara seperti sekolah, GOW ataupun pondok pesantren, supaya hal tersebut dijadikan suatu bahan yang mengandung pembelajaran," tuturnya.
Ia mengingatkan, kepada setiap penyelenggara pendidikan untuk melakukan pengawasan terhadap sistem pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah-sekolah, dan juga himbauan kepada sistem pembelajaran yang dilaksanakan disekolah-sekolah yang berbasis keagamaan seperti pondok-pondok pesantren dan sekolah-sekolah TPA agar mereka dapat melakukan sistem penyelenggaraan pendidikan itu terbuka.
Hadri menambahkan, dunia pendidikan yang ada di Kota Metro tidak boleh sistem pendidikannya tertutup.
"Misalnya ia mempunyai peraturan tersendiri di Pondok Pesantren itu, dia harus mengikuti pembelajaran pendidikan sesuai dengan undang-undang penyelenggara pendidikan," imbuhnya.
Hal yang sama juga disampaikan Pendamping Hukum (PH) anak korban, yang juga Wakil Ketua LPAI Kota Metro, H. Darmanto, SH., pada putusan tersebut hakim memutuskan terdakwa di hukum selama 10 tahun sesuai tuntutan jaksa.
"Jadi kelihatannya tadi terdakwa belum terima saat diputus 10 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Metro," katanya.
Darmanto menuturkan, terdakwa (M) diberikan waktu oleh hakim untuk berpikir selama 7 hari akan mengajukan banding ataupun menerima apa yang telah menjadi putusan.
"Setelah mendengar putusan hakim tadi, terdakwa langsung menyatakan tidak menerima dan akan banding," paparnya.
Lebih lanjut Ia menjelaskan, sebagai PH korban dirinya hanya mendampingi kliennya agar diberikan putusan yang sesuai dengan apa yang dilakukan oleh terdakwa terhadap korban.
"Ini untuk pembelajaran bagi guru dan tenaga pendidik yang ada di Kota Metro, bahwa melakukan pelecehan di bawah umur itu membawa dampak-dampak yang enggak baik, artinya ini untuk pembelajaran agar tidak terulang lagi hal seperti ini," pungkasnya. (Red)